Sabtu, 17 Desember 2011
GEMA SHUBUH
Angin malam menembus ruang-ruang
Merasuki tubuh dan tulang dalamku
Menutup kembali rasa bimbang
Dengan mimpi indah kerlingan
Adzan shubuh terkumandangkan
Memanggilku untuk memenuhi panggilan Tuhan
Memohon dan meminta ampunan
Dan memicu untuk diberikan ketabahan
Aku terbangun......
Melawan rasa lelah yang menimbun
Menikmati sejuknya tetes embun
Yang tertetes di ranting dan daun
Ku lepaskan satu ikatan setan
Dengan terbangun dan sucikan badan
Demi sebuah ibadah kewajiban
Sebagai umat penelusur kebenaran
Kedua ikatanpun terlepas
Ketika shalat dan doa tuntas
Amarah dan malaspun lepas
Kini saatnya melangkah bebas
RUMAH YANG TERABAIKAN
Insan tak pernah mau sadar diri
Akan kehidupn di akhirat nanti
Semua hanya menikmati suasana duniawi
Hingga terjadilah sistem lupa diri.....
Kemewahan gedung-gedung perkotaan
Telah menghipnotis keindahan keagamaan
Rumah Tuhan kini kian terabaikan
Karena faktor kesombongan
Dunia ini mulai beragam kehancurannya
Maksiat dan perluasan narkoba meluas
Manusia mulai tak memperhatikannya
Dan menganggap hai itu hal yang biasa
Rumah itu dibiarkan rapuh
Air suci di biarkan kumuh
Semuanya belum berakhir
Jika azab belum mengukir
DETIK-DETIK INDAH DI IDUL FITRI
Tanpa terasa
Sebulan lamanya kita berpuasa
Menahan segala amarah berbahaya
Yang membuat haus dan lapar sia-sia
Perpaduan dari segala aspek budaya kehidupan
Menghimpun semua cerita saat berpuasa
Memberi warna setiap cela
Di segala perbedaan keinginan jiwa
Kebersamaan menyambut hari nan fitri
Menyatukan rasa ingin berbagi
Mendobrak sgala tindakan keji
Menghentakan langkah dengan nikmat tersendiri
Memadukan hasrat untuk merayakan
Apa yang selama sebulan di nantikan
Berikan memori indah tak terhapuskan
Dalam segala hal yang telah terlewatkan
Betapa megahnya menyambut lebaran
Saat takbir di kumandangkan
Bersama alunan indah pukulan bedug kekhasan
Dengan suasana malam yang penuh kedamaian
Bintang di langit tak lagi sepi
Karna indahnya petasan ikut serta menghiasi
Berbagi bingkisan dengan cinta dan ketulusan hati
Memberikan segala ketulusan yang kita miliki
Perasaan yang mengesankan
Bisa merasakan suasana takbiran
Menyambut riang sebuah kemenangan
Dengan wajah tanpa kesuraman
Jika di tanya
Mungkin sulit untuk menjawabnya
Karna begitu indah di rasa
Hingga semua orang tetap mengukirnya
Mungkin ada kesedihan
Tapi mengapa tak coba kita selipkan kebahagiaan
Menangis,menyendiri,menaklukan kekuatan kita
Hanya akan menambah derita....
Jika tak ada acara
Jangan pernah untuk tak turut menyambutnya
Kita baca kitab berharga kita
Agar tak ada waktu yang terbuang sia-sia
Meski kita tak bisa brkumpul bersama
Tapi kita tetap merayakannya
Dengan saling menyapa lewat kata-kata
Untuk mewakili diri ini
Perhatikanlah
Apakah ada di antara kita yang kini tak bahagia
Mungkin ada...
Tapi kita tak tau siapa,dimana dan mengapa
Tetesan air mataku
Itu sebagian kebahagiaanku
Salam rindu
Untuk semua orang yang menyayangiku
Sebulan lamanya kita berpuasa
Menahan segala amarah berbahaya
Yang membuat haus dan lapar sia-sia
Perpaduan dari segala aspek budaya kehidupan
Menghimpun semua cerita saat berpuasa
Memberi warna setiap cela
Di segala perbedaan keinginan jiwa
Kebersamaan menyambut hari nan fitri
Menyatukan rasa ingin berbagi
Mendobrak sgala tindakan keji
Menghentakan langkah dengan nikmat tersendiri
Memadukan hasrat untuk merayakan
Apa yang selama sebulan di nantikan
Berikan memori indah tak terhapuskan
Dalam segala hal yang telah terlewatkan
Betapa megahnya menyambut lebaran
Saat takbir di kumandangkan
Bersama alunan indah pukulan bedug kekhasan
Dengan suasana malam yang penuh kedamaian
Bintang di langit tak lagi sepi
Karna indahnya petasan ikut serta menghiasi
Berbagi bingkisan dengan cinta dan ketulusan hati
Memberikan segala ketulusan yang kita miliki
Perasaan yang mengesankan
Bisa merasakan suasana takbiran
Menyambut riang sebuah kemenangan
Dengan wajah tanpa kesuraman
Jika di tanya
Mungkin sulit untuk menjawabnya
Karna begitu indah di rasa
Hingga semua orang tetap mengukirnya
Mungkin ada kesedihan
Tapi mengapa tak coba kita selipkan kebahagiaan
Menangis,menyendiri,menaklukan kekuatan kita
Hanya akan menambah derita....
Jika tak ada acara
Jangan pernah untuk tak turut menyambutnya
Kita baca kitab berharga kita
Agar tak ada waktu yang terbuang sia-sia
Meski kita tak bisa brkumpul bersama
Tapi kita tetap merayakannya
Dengan saling menyapa lewat kata-kata
Untuk mewakili diri ini
Perhatikanlah
Apakah ada di antara kita yang kini tak bahagia
Mungkin ada...
Tapi kita tak tau siapa,dimana dan mengapa
Tetesan air mataku
Itu sebagian kebahagiaanku
Salam rindu
Untuk semua orang yang menyayangiku
SEBUAH PENGUCILAN
Tersirat sebuah kalimat
Yang penuh deretan kata
Membendung rasa yang mengikat
Di setiap langkah yang terdata
Betapa kejam kehidupan di dunia
Merenggut kebahagiaan yang bukan miliknya
Hanya karna ketidakpuasan rasa
Yang tetap tersisa
Tepi danau derita
Mengusangkan suasana
Mendidihkan dusta
Menguapkan dalam kata
Terulang kembali
Sebuah tragedi yang di benci
Menyerukan panggilan
Dengan sebutan binatang menjijikan
Dimana sebuah naluri seorang yang mulia
Yang memimpin sebuah perjalanan
Menodai hati permata
Dengan rangkaian kebencian
Batin ini tertekan
Jiwa ini tercengkram
Hati ini takkan pernah tenang
Sebelum masuk dalam lubang peristirahatan
Hidup yang penuh siksa
Takkan mampu hadirkan bahagia
Meski raut wajah dan tingkah ceria
Semua itu hanya alat penutup segala
Harus pada siapa aku mengadu
Harus pada siapa aku berseru
Harus pada siapa aku berteduh
Harus pada siapa aku meminta sandaran
Andai aku dapat menentukan
Aku akan bawa diri ini merantau
Menitipkan batin pada sebuah keterbatasan
Yang terangkai atas kelam yang kilau
Haruskah korbankan nyawa
Untuk mengakhiri derita
Untuk membuat semua tertawa bahagia
Di atas luka yang di derita
Sakit hati dan hidup ini
Di jadikan sebuah tersangka pencuri
Pelaknat kelimpahan materi
Tapi batin hanya mampu mengikhlaskan
Atas segala tuduhan
Pembawa malapetaka
Menghancurkan rumah tangga
Menghamburkan materi
Untuk perjalanan yang tiada arti
Kini..
Semu-semu gendang syahdu
Ku jadikan musikalisasi rindu
Akan sebuah keadilan yang berlalu
Bersama perpijaran waktu
Yang penuh deretan kata
Membendung rasa yang mengikat
Di setiap langkah yang terdata
Betapa kejam kehidupan di dunia
Merenggut kebahagiaan yang bukan miliknya
Hanya karna ketidakpuasan rasa
Yang tetap tersisa
Tepi danau derita
Mengusangkan suasana
Mendidihkan dusta
Menguapkan dalam kata
Terulang kembali
Sebuah tragedi yang di benci
Menyerukan panggilan
Dengan sebutan binatang menjijikan
Dimana sebuah naluri seorang yang mulia
Yang memimpin sebuah perjalanan
Menodai hati permata
Dengan rangkaian kebencian
Batin ini tertekan
Jiwa ini tercengkram
Hati ini takkan pernah tenang
Sebelum masuk dalam lubang peristirahatan
Hidup yang penuh siksa
Takkan mampu hadirkan bahagia
Meski raut wajah dan tingkah ceria
Semua itu hanya alat penutup segala
Harus pada siapa aku mengadu
Harus pada siapa aku berseru
Harus pada siapa aku berteduh
Harus pada siapa aku meminta sandaran
Andai aku dapat menentukan
Aku akan bawa diri ini merantau
Menitipkan batin pada sebuah keterbatasan
Yang terangkai atas kelam yang kilau
Haruskah korbankan nyawa
Untuk mengakhiri derita
Untuk membuat semua tertawa bahagia
Di atas luka yang di derita
Sakit hati dan hidup ini
Di jadikan sebuah tersangka pencuri
Pelaknat kelimpahan materi
Tapi batin hanya mampu mengikhlaskan
Atas segala tuduhan
Pembawa malapetaka
Menghancurkan rumah tangga
Menghamburkan materi
Untuk perjalanan yang tiada arti
Kini..
Semu-semu gendang syahdu
Ku jadikan musikalisasi rindu
Akan sebuah keadilan yang berlalu
Bersama perpijaran waktu
Rabu, 14 Desember 2011
BAIT KEMATIANKU
Tertahan dalam ruang yang redup
Ku tenangkan diri dengan menunggu pagi
Ku biarkan luka ini berlalu
Agar aku mampu membidik kisah laraku
Ku menjerit tiada henti
Menangis histeris seakan akan mati
Melepaskan harapan kosong dalam diri
Dengan menusukkan jarum dalam hati
Mataku tertutup kabut airmata
Hatiku tergeluti rasa bimbang dan lara
Kepalaku ku benturkan dengan serpihan kaca
Senantiasa melampiaskan kehancuran
Ku pukul diri dengan janji
Ku bius rasa dengan dusta
Ku genggam tali yang berduri
Tuk mengetuk hati yang terkunci
Cecer darah dalam kain putih
Membuat hidup ini semakin terasa pedih
Ku coba tuk tak merintih
Namun airmata mengalir tiada henti
Sia sudah pertahananku
Hancur sudah tanggul ketegaranku
Roboh sudah dinding keikhlasanku
Tertimbun rasa takut karena ajal telah menjemput
Ku tuliskan kisah perjalanan hidupku
Dalam satu buku usang
Tersirat semua kehancuran cinta
Yang pernah aku rasa
Ku akan terkulai tak berdaya
Terbujur kaku menahan lara
Suasana tangis dan doa
Kan tercurah dalam satu teorema
JANGAN MENANGIS !!
Aku mohon jangan ada airmata ketika aku tiada
Ikhlaskan kepergianku
Disaat bait kematian menjelma dalam diriku. .
Ku tenangkan diri dengan menunggu pagi
Ku biarkan luka ini berlalu
Agar aku mampu membidik kisah laraku
Ku menjerit tiada henti
Menangis histeris seakan akan mati
Melepaskan harapan kosong dalam diri
Dengan menusukkan jarum dalam hati
Mataku tertutup kabut airmata
Hatiku tergeluti rasa bimbang dan lara
Kepalaku ku benturkan dengan serpihan kaca
Senantiasa melampiaskan kehancuran
Ku pukul diri dengan janji
Ku bius rasa dengan dusta
Ku genggam tali yang berduri
Tuk mengetuk hati yang terkunci
Cecer darah dalam kain putih
Membuat hidup ini semakin terasa pedih
Ku coba tuk tak merintih
Namun airmata mengalir tiada henti
Sia sudah pertahananku
Hancur sudah tanggul ketegaranku
Roboh sudah dinding keikhlasanku
Tertimbun rasa takut karena ajal telah menjemput
Ku tuliskan kisah perjalanan hidupku
Dalam satu buku usang
Tersirat semua kehancuran cinta
Yang pernah aku rasa
Ku akan terkulai tak berdaya
Terbujur kaku menahan lara
Suasana tangis dan doa
Kan tercurah dalam satu teorema
JANGAN MENANGIS !!
Aku mohon jangan ada airmata ketika aku tiada
Ikhlaskan kepergianku
Disaat bait kematian menjelma dalam diriku. .
PERTAHANANKU
Ku berdiri di bawah ufuk sang mentari
Menahan perih dan luka dalam hidup ini
Tak lagi ada tetes airmata di pipi
Karena aku telah berhenti menanti
Ku tolehkan kepedulianku
Akan semua semu yang tak berlalu
Ku pasang janur pertahananku
Sebagai simbol ketegaranku
Lelah menghampiriku
Membuat aku pergi dari masa lelahku
Memindahkanku dalam sebuah ruang kelabu
Ku berjalan dalam kegelapan
Dengan satu keyakinan untuk mampu bertahan
Melawan takut yang membalut
Dalam benak yang terguncang. . .
Aku menjerit. . .
Namun tak ada satupun yang mau mendengarkan jeritan itu
Aku hendak memukul diri
Menyesali kelemahan yang aku miliki
Tak apa bagiku
Karena lelahku mulai berlalu
Menahan perih dan luka dalam hidup ini
Tak lagi ada tetes airmata di pipi
Karena aku telah berhenti menanti
Ku tolehkan kepedulianku
Akan semua semu yang tak berlalu
Ku pasang janur pertahananku
Sebagai simbol ketegaranku
Lelah menghampiriku
Membuat aku pergi dari masa lelahku
Memindahkanku dalam sebuah ruang kelabu
Ku berjalan dalam kegelapan
Dengan satu keyakinan untuk mampu bertahan
Melawan takut yang membalut
Dalam benak yang terguncang. . .
Aku menjerit. . .
Namun tak ada satupun yang mau mendengarkan jeritan itu
Aku hendak memukul diri
Menyesali kelemahan yang aku miliki
Tak apa bagiku
Karena lelahku mulai berlalu
Langganan:
Postingan (Atom)