Hidupku
mulai terjaga oleh keadaan,bingkai masa kecilku kini kian berlalu.Jika bukan
aku yang berusaha mengenakan hati untuk membingkai hidup ini lantas mau siapa
lagi,orang lain hanya mengajakku nuntuk bisa menari diatas kisah yang belum aku
lewati sembari aku mengooreskan pena disecarik kertas tuk ku jadikan cerita
saat usiaku renta.Kenangan ddemi kenangan telah kuperoleh,koni ku harus bisa
membuat kenangan itu menjadi sebuah insiprasi hidup untuk membuat orang lain lekas
sembuh dari sakit yang ia derita selama mengenalku.Dari sekian banyak
kebersamaan,tak selamanya mulus tanpa kebencian,kejengkelan dan mungkin sebuah
dendam.Jika bukan aku yang menghargai hidupku dan orang lain lantas siapa lagi
yang sudi menjaga cerita yang tertoreh “Indah
itu ketika bisa membuat orang lain tersenyum,Bahagia itu saat mampu membuat
orang lain tertawa dan berhasil itu saat membuat orang lain tak lagio
berputusasa namun tanpa mengorbankan pertasaan sendiri”.Itulah yang selalu
aku pegang dalam hidup ini.Masih ku ingat,ketika hari ulang tahunku yang ke-15
tahun saat ayah dan bunda pergi tanpa alasan yang jelas sementara sahabatku
jatuh sakit.Bingung yang aku rasakan buykian main,hilang semua konsep
hidupku.Hancur...dan hanya kertas-kertas bisu yang setia melihat apa yang
kutulis melalui sebuah pena,lalu dinding kamar dan lem yang mengabadikan
ceritaku.Sungguh ironis keadaanku saat itu,
Seminggu
setelah kejadian itu,ayah dan bunda datang kerumah membawa boneka kecil.Aku
fikir itu untukku namun ternyata itu untuk keponakanku,hal yang membuat
airmataku tak pernah berhenti mengalir.Hidupku seolah menjadikan semua orang
bebas memanfaatkan keadaanku,tapi aku tetap bersabar dengan keadaan itu,aku
selalu berusaha menguatkan hati dan berfikir suatu hari nanti aku akan menjadi
orang yang bisa membuat keadaanku berubah.Ku tulis semua kepedihanku dalam
kertas
“Tuhan,,,jutaan
cahaya bintang itu membuatku mertasa damai,debur ombak itu membuatku tegar
dengan keadaan ini,tapi apa yang harus aku lakukan dengan keadaan ini.Apa aku
harus mati hari ini jua...Tak ingin ku kembali pada-Mu dalam keadaan seperti
ini ,aku bukan pengecut...Berilah aku waktu satu tahun terakhir ini saja
untukku bisa memperbaiki hidupku dan membuat orang lain bahagia”.
Seperti biasanya setiap malam aku hanya bersembunyi
didalam kamar,menyobek kertas kecil lalu mewarnainya dengan deretan kata.Ketika
aku hendak membiangkai kata-kata in dah yang ku tulis bunda memanggilku
“Linda....keluar dulu nak,bunda mau bicara padamu”
Ujar Bunda
“Iya bun,” Jawabku dengan keluar kamar menuju ruang
keluarga
Diruang keluarga ternyata sudah ada Ayah dan Doni (sahabat
karibku)
“Eh Doni,datang kapan ? “ Tanyaku
“Sini dulu Lin,duduk sampingnya bunda .” Potong
Bunda
Akupun segera duduk disamping bunda
“Datangh 15 menit yang lalu Lin” Jawab Doni dengan
penuh keakraban
Berbincang-bincang soal keseharianku dengan Doni
menjadikan suasana semakin harmonis,aku yang kebetulan anak tunggal memang
terkadang membutuhkan teman yang bisa mengerti karakterku dan akhirnya Donilah
yang aku pilih untuk mendengarkan apa yang aku keluhkan,ayah dan bundapun
setuju dengan keakrabanku dengan Doni.Tanpa terasa jam dinding menunjukkan
pukul 21.00,Donipun berpamitan untuk pulang
“Bu,Pak Doni pulangh dulu yah,,,sudah malam..” Ujar Doni dengan bangkit dari tempat duduk
dan bersalaman
“Lho kok pulang sih Don,nginep ajah disini.Kan kamu
sudah seperti saudaraku sendiri,lagian juga rumahmu kan jauh,,,jam segini mana
ada bus Don” Kataku dengan maksud menahan Doni pulang.
Entah mengapa ketika dekat denganm Doni semua beban
dalam diriku terasa hilang,mungkin karena memang Doni anak yang pengertian dan
menerima keadaanku apa adanya.
“Yah..gimana yah “ Lanjut Doni sedikit kebingungan
Ayah dan Bundapun tersenyum
“Ayah...kenapa senyum-senyum gitu,,emang ada yang
salah yah ?” Tanyaku
Ayahpun menggelengkan kepala sambil melirik pada
Bunda
“Iyah nak Doni,lebih baik tidur disini saja
dulu.Biar nanti ibu yang bilang pada oprangtuamu” Ujar Bunda
Tak banyak bicara Donipun menuruti apa yang dikata
oleh Bunda.
“Don,minta nomor telfon papahmu,bapak mau bicara
pada papahmu biar tidak mencarimu” Kata Ayah.
“Ini pak 085222223333” Lanjut Doni
Aku dan Donipun pergi kekamar untuk
beristirahat.Saat masuk kekamar Doni kaget melihat keadaan kamarku yang penuh
dengan tempelan kertas berisi kumpulan huruf
“Astaga,,,ini betul-betul kamarmy Lin ?” Tanya Doni heran
“Yah,.emang ada yang salah ?” Berbalik tanya
Doni menggelengkan kepalanya
Setelah lama berdebat soal keadaan kamar,aku
nyalakakan laptop yang sudah sebulan yang lalu tidak aku nyalakan.Donipun
langsung mendekat dan berusaha mengambil alih laptop
“Aiitttssss,,mau apa kamu ?“ Berusaha meledek Doni
“Pelit kau,,,,dari kecil kita berteman masih saja
kau pelit,,,”. Ujar Doni sedikit marah
“Hehehe..maaf Don,kamu jangan marah dong.” Lanjutku
dengan merengek-rengek
Doni langsung mengambil kumpulan novel-novel yang
ada di meja belajarku
“Serius kamu mau baca semua dalam waktu malam ini” Ujarku
terus meledek
“Diam bawel,,ayo antar aku keluar rumah sebentar”.
Desak Doni
“Mau pa ?”. Tanyaku
Doni langsung menarikku keluar rumah.Sesampainya
didepan pintu Doni mengambil tas hitam, yang diletakkan dikursi teras rumah
“Apa isinya? “ Tanyaklu lagi
“Taraaaanggggg,,,(dengan mengeluarkan sebuah
laptop)...aku juga punya.” Kata Doni dengan penmuhg kebanggaan
“Kamu punya juga yah,,kenapa ngga bilang-bilang ?”
Lanjutku
“Suprise dong,ayo masuk..aku ngantuk nih..mau mainan
laptop”. Kata Doni dengan berjalan masuk meninggalkanku
Malam itu aku dan Doni menghabiskan waktu untukl
bertukar wawasan dari sebuah laptop hingga akhirnya aku tertidur lebih dulu,aku
tidur di lantai semntara Doni tidur di sofa ruang tamu karena sebelum tidur aku
melarang Doni untuk tidur bersamaku.
Kebersamaan
dari waktu kewaktu membuatku berhenti berfikir negatif tentang hidup,aku terus
berusaha menemui jatidirku dan meninggalkan sem,ua kebiasaan burukku yakni
terus menangis kala menemui sebuah masalah yang tidak bisa aku selesaikan dalam
jangka waktu yang cepat.Satu sekolah,satu kelas dan satu kegiatan
ekstrakulikuler membuatku dan Doni menjadi lebih dekat bahkan sampai-sampai
banyak orang yang mengiora aku berpacaran dengan Doni namun semua itu aku
tanggapi dengan perasaan yang biasa-biasa saja.Kedua orang tua yang sudah
saling mengenal juga membuat aku dan Doni tidak pernah merasa takut akan
dipisahkan oleh larangan-larangan orang tua.
Setahun
kemudian,tepat pada hari ulang tahunku yang ke-16 Doni menyampaikan beberapa
hal penting yang selama ini dia pendam,aku fikir itu soal perasaan namun aku
salah ternyata ia menyampaikan apa yang selama ini belum ia ceritakan.Sore
itu,ditaman tempat biasa kami bermain Doni duduk dengan wajah yang pucat
“Lin,aku sebagai sahabatmu sangat kagum dengan
dirimu,kamu luar biasa Lin..Kamu bisa berubah dan selalu tersenyum meski dirimu
tengah sakit atau bahkan dirundung banyak masalah”. Kata Doni dengan penuh
pujian
“Kau ini Don,,,mengapa hidup dibuat susah,jika bukan
kita yang memberikan warna lalu siapa lagi,,iya bukan??” Lanjutku sambil
bersenda gurau
Doni terdiam,beberapa menit kemudian keluar darah
dari hidungnya
“Don,Don..Ada apa denganmu,jawab aku Don,,kamu
sakit,ayo kedokter..Jangan diam Don”.
“Tidak,(tersenyum lirih)..aku tak apa-apa.Apa kamu
ngga mau mencari penggantiku,yang bisa menjagamu selamanya....” Kata Doni
dengan mengusap darah dari hidungnya
“Don,berhenti (meneteskan airmata) jangan perlakukan
akau seperti ini,aku lelah Don,memangnya kamu mau kemana,apa kau tak sudi
mendengarkan keasaanku”.Lanjutku dengan menangis dan bersandar di pohon.Donipun
dtang menghampiriku dengan membawa seuntai kertas dan sebatang pena serta 2
kalung liontin
“Lin,inilah waktu terkhirku bersamamu.Aku
menyayangimu lebih dari seorang sahabat,alasanku tidak mencari seorang dambaan
hati karena aku sudah cukup hanya memilikimu,kamu yang selalu mengerti mengerti
apa maksudku,bersamamu dalm melalui waktu ini adalah hal terindah yang kau
miliki.darimu aku belajar banyak tentang hidup.Ku ingin persahabatn kita
abadi.” Kata Doni dnegan menyerahkan kertas dan pena itu
“Don,aku justru lebih bahagia,kamu selalu menerima
aku dengan semua kekuranganku.Dengan apa yang justru bagio orang lain adalah
hal yang sangat membebankan..kertas ini akan ku tuliskan perjalanan kita selam
ini Don,dan liontin itu yang menjadi saksi betapa susahnya kita mengabadikan
persahabatan kita selama ini.” Lanjutku dengan penuh kekhawatiran
“Kita akan mati hari ini dan ditempat ini juga”
tanpa sengaja kata itu keluar dari bibirku dan birir Doni
Keadaan sunyi,taku menjadi hilang dan hanya snag
senja yang mengindahkan suasana disitu
“Don,,,sebelum kita pergi aku ingin dengarkan
kata-kata indah yang sudah ku tulis dalam kertas ini (menujukkan kertyas yang
sudah dipenuhi rentepan kata).” Ujarku dengan nafas yang mulai terputus-putus
“Jangan
hidup seperti batu yang keras namun mudah untuk dihancurkan
Jangan
seperti ombak yang kadang meluapkan amarah melalui terumbu karang ditepian
pantai
Jangan
seperti angin yang hidup tanpa arah
Tapi
hiduplah seperti air sungai yang terus mengarungi jalannya untuk sampai
kesebuah muara yang akan membuat kedamaiana yang utuh setelah lelah manjalani
sisa perjalanannya”
Secarik
kertas yang aku miliki sangatlah berarti sepanjang hidupku karena dari
kertas-kertas itu aku bekajar untuk semakin lebih baik lagi dari waktu
kewaktu.Hanya dari sebuah kertas kisah hidup dapat dituangkan,seusang-usangnya
kertas bagiku itu adalah sesuatu yang sangat berharga dan aku sadari bahwa
hidup itu tidak akan berada dalm satu keadaan saja,semuanya bersifat semu
sementara orang-orang yang terkadang membuat amarah menonjol adalah bagian dari
warna kehidupan dan semua ujian yang ada adalah bingkai kehidupan yang
memeperindah biografi hati meski yang memiliki hati itu telah ditimbun butiran
debu .Tuhan tidak akan membiarkan seorang hamba-Nya terus bahagia tanpa usaha
dan kerja keras untuk lebih baik lagi.Usai membacakan apa yang ditulis dalam
kertas itu aku dan Doni menghembuskan nafas yang terakhir karena waktu telah
mengajak kami pulang ke pelukan Tuhan.